Minggu, 13 April 2014

Haki Dalam Industri Kreatif Indonesia

HAKI adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia.[4] Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
  • Dasar hukum HAKI:
- Perundang-undangan di Indonesia:
1. Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 tahun 1987 (UU Hak Cipta); dalam waktu dekat, Undang-undang ini akan direvisi untuk mengakomodasikan perkembangan mutakhir dibidang hak cipta;
2. Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
3. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
4. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
5. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
6. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU Paten); dan
7. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;
- Konvensi Internasional
1. Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization (Keputusan Presiden No. 15 tahun 1997 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979);
2. Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT (Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997);
3. Trademark Law Treaty (Keputusan Preiden No. 17 Tahun 1997);
4. Berne Convention for the Protection of Literary and Artisctic Works (Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997);
5. WIPO Copyright Treaty (Keputusan Presiden No. 19 Tahun 1997);
  • Prosedur pendaftaran HAKI:
  1. Permohonan untuk pendaftaran merk dagang harus diterima oleh Kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
  2. Permohonan harus mencantumkan etiket merek. termasuk semua jenis warna, bentuk atau bentuk 3 dimensi. Apabila etiket merek menggunakan bahasa asing atau menggunakan huruf/angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa indonesia, harus disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia
  3. Permohonan juga harus disertai dengan daftar barang atau jasa yang akan diberi tanda/merek tersebut. Tanda tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar dapat dilindungi sebagai suatu merek dagang atau tipe merek lain
  4. Merek dagang harus memiliki daya pembeda, sehingga pelanggan dapat membedakan, mengidentifikasi suatu produk tertentu terhadap produk yang lain. Merek dagang tidak boleh membingungkan pelanggan atau melanggar norma kesopanan atau moralitas
  5. Selain itu, permohonan merek juga harus mencantumkan surat pernyataan bahwa merek yang akan di daftarkan adalah miliknya, juga surat kuasa apabila permintaan pendaftaran merek diajukan melalui kuasa, serta membayar seluruh biaya
  6. Permohonan pendaftaran merek dapat juga dilakukan dengan hak prioritas. Permohonan dengan hak prioritas ini harus diajukan dalam waktu selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek pertama kali di negara asal, yang merupakan anggota konvensi internasional perlindungan merek.
Syarat Pengajuan Permohonan Pendaftaran Merek :
  1. Mengisi formulir dengan diketik rapi dengan menggunakan bahasa indonesia serta menyertakan foto kopi kartu tanda penduduk (KTP). Untuk perusahaan menggunakan KTP direktur dan foto kopi akta badan hukum yang sudah dilegalisasi
  2. Sertakan pula fotokopi nomor pokok wajib pajak (NPWP) untuk kelengkapan administrasi serta surat pernyataan dan surat kuasa bermaterai.
  3. Menyerahkan gambar merek yang akan didaftarkan. Gambar merek tersebut dibuat sebanyak 24 helai dengan ukuran minimal 2 x 2 cm dan maksimal 9 x9 cm. Untuk gambar yang berwarna, disertakan satu buah foto kopinya.
  4. Membayar biaya pendaftaran atau perpanjangan merek. Bila persyaratan kedua dan ketiga telah terpenuhi dan sudah disetujui oleh ditjen HAKI, pemohon akan memperoleh surat pemberitahuan bahwa persyaratan formalitas sudah dipenuhi.
  5. Pemeriksaan lebih rinci atas merek yang didaftarkan. Barang dan jasa didaftarkan diverifikasi sesuai dengan kelompoknya. Untuk keperluan pendaftaran merek, Indonesia masih berpedoman pada klasifikasi internasional yang membagi barang dan jasa sebanyak 45 kelompok.
  6. Lamanya mengurus pendaftaran merek sekitar 9 bulan, yang dilanjutkan dengan pengumuman  ke masyarakat dalam bentuk berita resmi merek (BRM) selama 3 bulan. Bila selama 3 bulan tidak ada yang keberatan, pada bulan ke-14, Ditjen HAKI mengeluarkan sertifikat merek. Namun, bila ada pihak-pihak yang keberatan atas BRM yang dikeluarkan Ditjen HAKI, perlu beberapa bulan lagi untuk keperluan peradilan.
  7. Selama proses pendaftaran hingga keluarnya sertifikat dari Ditjen HAKI, permohonan tidak berhak menggunakan merek tersebut untuk keperluan bisnisnya. Dengan kata lain, penerapan UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek itu penting. Tujuannya tiada lain agar produsen terlindungi atas hak ciptanya.
Biaya Pendaftaran Merek Dagang :
Untuk para pengusaha, perlunya ada pengakuan hak merek dagang. Ini untuk melindungi merek dagang yang sudah kita buat. Biaya pendaftaran merek dagang, pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 50/2001 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) menyebutkan proses pendaftaran merek dagang hanya Rp450.000. Bila ditambah dengan biaya penelusuran, produk tersebut sudah terdaftar atau belum sebesar Rp125.000, serta biaya administrasi dan transportasi, pengurusan merek dagangsebenarnya hanya Rp800.000. Pengurusan desain industrinya sendiri hanya Rp 600.000 ( bisa dilihat lengkap di http://www.dgip.go.id/ )
Dikaitkan dengan industri kreatif yang notabene level industrinya kecil menengah, apakah perkembangan HAKI di level industri kreatif terbilang pesat? 
Selain dilatarbelakangi oleh faktor demografi, minimnya kesadaran perlindungan HaKI juga disebabkan karena kekecewaan masyarat terhadap pelaksanaan pengaturan HaKI. Hal ini disampaikan Ari berdasarkan surveynya mengenai sub bidang HaKI yakni Hak Cipta kepada Industri Usaha Kecil Menengah (UKM) di beberapa daerah, “dari hasil survey saya, 50% masyarakat kecewa karena pendaftarannya yang tidak jelas dan tidak ada mekanisme gugatan yang jelas ketika terjadi pelanggaran Hak Cipta.” Pernyataan Ari juga diperkuat kembali oleh Agus yang menyatakan dua permasalahan pokok HaKI di Indonesia yakni Regulasi dan Implementasi Regulasi tersebut.
Minimnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan HaKI kerap terjadi bahkan dalam bidang Musik. David Karto menjelaskan dirinya telah menghimbau pentingnya perlindungan HaKIU berulang kali kepada musisi yang bernaung di bawah label nya tetapi menuai hasil yang berbeda. “ Ada kalangan yang peduli untuk mendaftar, tetapi lebih banyak yang tidak peduli sama sekali,” ujar Karto. (Dikutip dari http://suma.ui.ac.id/2012/05/16/kesadaran-perlindungan-haki-di-indonesia-perlu-dipertegas/ )
Disitu jelas bahwa dikatakan proses pendaftaran yang cenderung lama dan biaya yang terbilang mahal untuk industri kecil menengah. Jadi bisa dikatakan bahwa perkembangan HAKI di industri kreatif masih cenderung kecil. Yang salah disini bukanlah para produsen atau pelaku industri kecil menengah, saya rasa pemerintah harusnya bisa membuat sistem informasi menjadi lebih baik sehingga bisa memangkas waktu para pendaftar HAKI. 
Karna sesungguhnya penghargaan atas kreativitas bagi produsen sangatlah penting demi menjaga kreativitas dan semangat mereka untuk tetap berkarya. Selain mengoptimalkan sistem inforrmasi, pemerintah juga harus tanggap menanggulangi masalah-masalah peniruan, karena dengan tidak tegasnya pmerintah produsen-produsen ini bisa merugi berjuta-juta bahkan hingga ratusan juta. Bergeraklah untuk Indonesia yang lebih kreatif dan inovatif! :) 

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual
http://www.dgip.go.id/
http://suma.ui.ac.id/2012/05/16/kesadaran-perlindungan-haki-di-indonesia-perlu-dipertegas