Sabtu, 03 Mei 2014

HAK CIPTA



HAK CIPTA
1.      Pengertian dan Istilah
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap. Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta.
Perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam Hak Cipta, antara lain:
Pencipta: adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Ciptaan: adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
Hak Cipta: hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan ? pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemegang Hak Cipta: adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
Pengumuman: adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
Perbanyakan: adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
Lisensi: adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
2.   Lingkup Hak Cipta
a.   Ciptaan yang dilindungi
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menetapkan secara rinci ciptaan yang dapat dilindungi, yaitu:
·         buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
·         ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
·         alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
·         lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
·         drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
·         seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
·         arsitektur;
·         peta;
·         seni batik;
·         fotografi;
·         sinematografi;
·         terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
b.   Ciptaan yang tidak diberi Hak Cipta
Sebagai pengecualian terhadap ketentuan di atas, tidak diberikan Hak Cipta untuk hal-hal berikut:
·         hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
·         peraturan perundang-undangan;
·         pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
·         putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
·         keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
3.      Bentuk dan Lama Perlindungan
Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta pada umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30 UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan:
·         program komputer;
·         sinematografi;
·         fotografi;
·         database; dan
·         karya hasil pengalihwujudan
·         berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
4.      Pelanggaran dan Sanksi
Dengan menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta atas:
·         penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
·         pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
·         pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
·         ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
·         pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
·         perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
·         perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
·         perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
·         pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:
·         Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
·         Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
5.      Pendaftaran Hak Cipta
Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen HKI-DepkumHAM).
6.      Contoh Kasus
CONTOH HAK CIPTA DALAM SENI BUDAYA BATIK INDONESIA YANG DIKLAIM OLEH MALAYSIA
Batik Indonesia berbeda dengan batik milik Malaysia dan China, karena negara ini memiliki ciri khas yang tidak dimiliki negara lain,” kata Ketua Asosiasi Tenun, Batik, dan Bordir Jawa Timur, Erwin Sosrokusumo. Menurut dia, batik asli Indonesia bukan produksi pabrikan (printing/cap/kain bermotif batik), meski ada pula batik cap yang juga termasuk batik khas Indonesia.
“Batik Indonesia sebenarnya sudah dikenal bangsa lain sejak zaman Kerajaan Jenggala, Airlangga, dan Majapahit, namun saat itu bahan utamanya didatangkan dari China. Penyebabnya, kain sebagai bahan dasar membatik sulit diperoleh di Indonesia. Untuk itu, batik memang harus diklaim Indonesia dan bukan negara lain yang mengaku-aku,” katanya.
Menanggapi pengakuan tersebut, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, Arifin T. Hariadi, merasa bangga karena batik sebagai warisan nenek moyang Indonesia bisa memperoleh pengakuan internasional. “Kerajinan Batik Indonesia sudah sepantasnya diangkat menjadi warisan budaya dunia. Untuk itu, bangsa Indonesia tidak perlu khwatir jika negara lain mengakui batik menjadi miliknya,” katanya.
Menurut dia, klaim yang dilakukan Malaysia dan China dengan alasan memproduksi batik, tentu perlu dilihat bahwa produk itu bukan batik sebenarnya alias “printing” (kain bermotif batik produksi pabrik). “Kami bersyukur konsep batik kita sulit ditiru karena memiliki ciri khas tertentu, karena itu dengan adanya pengakuan dunia itu, maka seluruh lapisan masyarakat Indonesia ke depan, khususnya Jatim, harus lebih mencintai produk batik dan produk dalam negeri. Minimal mereka berkenan memakai batik satu kali dalam sepekan,” katanya.
Seni batik di Jawa Timur berkembang di kawasan pesisir, seperti halnya penyebaran Agama Islam di ranah Jawa dengan Wali Songo-nya (lima di antaranya berada di Jatim), semuanya berawal dari pesisir.
Di Tuban dengan Gedog-nya, di Lamongan dengan Pacirannya, dan Surabaya dengan batik Mangrove, Sidoarjo dikenal dengan batik Jetis serta Kenongo, di Madura maupun Banyuwangi dengan Gajah Uling-nya, semuanya berada di wilayah Pantai Utara (Pantura), sedangkan di Selatan berkembang Batik Baronggung di Tulungagung
Motif batik tulis pesisir Jatim, sarat dengan nuansa flora dan fauna maupun benda yang memadukan budaya lokal, Islam dan Tiongkok maupun Eropa. Begitu juga perwarnaan mengadalkan bahan-bahan alami (tumbuhan). Bila masyarakat sudah mencintai dengan memasyarakatkan batik, kata Arifin, pertumbuhan angka penjualan perajin batik.
Hari Batik
Terkait ikhtiar menumbuhkan kecintaan terhadap batik itulah agaknya usul Universitas Kristen Petra (UKP) Jawa Timur untuk menjadikan 2 Oktober – tanggal pengakuan UNESCO terhadap batik sebagai warisan pusaka budaya dunia (world heritage) dari Indonesia– menjadi “Hari Batik Nasional” patut didukung.
“Pengakuan UNESCO pada tanggal 2 Oktober itu merupakan peluang untuk didorong menjadi Hari Batik Nasional,” Hari Batik Nasional itu perlu dicanangkan untuk mengingatkan masyarakat bahwa batik telah menjadi warisan budaya dunia dari Indonesia pada tanggal itu. “Untuk memperingatinya, kita tidak harus mengenakan baju batik. Namun, untuk menghargai warisan budaya itu sebaiknya kita mengenakan baju batik pada Hari Batik Nasional.”
Ia mengakui motif yang mirip batik juga ada di Jepang, China, India, Afrika, Jerman, Belanda, Malaysia, dan negara lainnya. Namun, teknik pembuatan dan budaya pertumbuhan batik di Indonesia memiliki kekhasan.
“Batik di Indonesia merupakan teknik membuat motif kain dengan menorehkan canting berisi lilin, sedangkan di negara lain hanya merupakan cetak atau cap (print) bermotif batik, teknologi batik, dan sebagainya.” pertumbuhan batik di Indonesia berkembang seiring budaya yang ada, sedangkan di negara lain lebih bersifat industri.
“Saya sudah mengecek kepada seorang rekan di UNESCO tentang alasan menjadikan batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia, ternyata pengakuan UNESCO itu sudah melalui riset bertahun-tahun. Batik di Indonesia ada motif dan filosofi, bukan sekadar produksi,” katanya. Ia menegaskan, baju batik itu jangan menjadi sebuah pemaksaan, tetapi biarkan menjadi konvensi, seperti pegawai Departemen Dalam Negeri yang mengenakan baju batik pada hari Kamis dan Jumat, atau pegawai dari instansi lain yang berbatik-ria pada setiap hari Jumat. Untuk itu kita sebagai bangsa indonesia harus mencintai produk dalam negeri yang bagus ini, seperti batik yang tidak mudah ditiru dan memiliki ciri khas tentang indonesia itu sendiri.
7.      Analisa
 Semua ide atau pemikiran yang telah tercipta menjadi sesuatu karya atau bentuk dibutuhkannya sebuah hak cipta atau hak paten sebagai kepemilikan supaya tidak adanya pengakuan yang terjadi dari pihak lain, apalagi karya atau bentuk tersebut merupakan hal yang sudah membudaya di suatu daerah atau negara. Oleh karena itu, hak – hak tersebut dibutuhkan untuk melindungi karya atau bentuk yang telah tercipta di daerah itu supaya bisa dibudayakan, diturun temurunkan, dan dapat menjadi cirri khas daerah tersebut.

Sumber : Wikipedia.id.com